Gonna Get Better [Chap. 10]

untitled-1

Main Cast : Sandara Park, Kwon Jiyong

Support Cast : Lee Soohyuk, Lee Chaerin, Lee Donghae, Park Bom, Choi Seunghyun, Tiffany Hwang

Kategory : Romance

.

.

Chapter 10

Dara masih memandangi layar komputernya dengan tatapan kosong ketika dia mendengar suara langkah hak beradu dengan lantai, semakin lama suara itu semakin dekat jadi dia sadar bahwa suara itu sedang menuju ke ruangannya. Awalnya Dara mengira bahwa suara hak itu adalah suara milik sekretarisnya namun ketika dia mendongkakan kepalanya saat itu dia langsung bertemu tatap dengan Chaerin yang saat ini menatapnya dengan tatapan dingin. Ada rasa nyeri ketika dia melihat tatapan itu ditujukan kepadanya, itu adalah pertama kalinya Dara melihat sorot mata itu di mata Chaerin.

Sandara merasa dia berada di batas terlemahnya sekarang. Sudah cukup memalukan ketika dia mengingat kejadian saat dia memohon kepada Soohyuk supaya pria itu mau membalas perasaannya. Kemudian, Jiyong selalu menghindar setiap kali Dara datang untuk mencarinya. Lalu sekarang Chaerin mendatanginya di kantor tempat Dara bekerja dengan raut wajah yang sama sekali tidak menunjukan keramahan, siapapun yang melihat wajah Chaerin pasti bisa menebak bahwa wanita itu sedang marah.

“Chaerin-ah!” Ujar Dara sambil berdiri dari tempatnya duduk. Dia memasang sebuah senyuman ketika Chaerin terus melangkah mendekatinya. Dara tidak ingin Charin tahu bahwa dia merasa gugup dengan kehadiran Chaerin yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak mengatakan bahwa kau ak…”

“Bisa kau jelaskan ini!” Senyuman Dara langsung memudar ketika Chaerin melemparkan sebuah amplop coklat pada Dara dan hal itu berhasil membuat Dara langsung menghentikan apa yang ingin dia katakan. Dara mengerjitkan dahinya sebelum mengambil amplop yang kini sudah jatuh di lantai.

“Ada apa Chaerin? Kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku?”

“Kau bertanya tentang sikapku? Seharusnya aku yang menanyakan hal itu! Kenapa kau tega kepadaku?” Dara masih menatap Chaerin yang kini bukan hanya menatapnya dengan tatapan dingin namun juga dengan sorot penuh amarah. Perlahan Dara membuka amplop itu lalu merogoh ke dalamnya. Dia mengeluarkan tangannya dengan membawa beberapa photo yang dia ambil di dalam amplop itu.

Jantung Dara serasa mencelos ketika dia melihat sekumpulan photo dirinya dengan Soohyuk yang diambil saat Dara dan Soohyuk bersama malam itu. Ada photo saat Dara sedang memeluk Soohyuk sambil menangis, ada juga photo ketika Soohyuk menangkub wajah Dara saat sedang mencoba berbicara dengannya. Dara menutup kedua matanya dengan sangat erat, mencoba menahan air mata yang mengancam untuk keluar, tangannya yang masih memegang photo-photo itu kini mulai bergetar. setelah beberapa saat Dara lalu membuka matanya kemudian kembali menatap Chaerin yang masih menatapnya dengan sorot mata penuh amarah.

“Chaerin-ah!” Ujar Dara pelan. “A-aku mohon m-maaf!” Dara tergagap kini sambil menundukan kepalanya karena dia tidak sanggup untuk menatap langsung pada mata Chaerin.

“Jadi itu benar?” Tanya Chaerin ketika melihat gelagat Dara. “Jadi semua yang terjadi di photo itu benar?” Tanyanya kini dengan suara yang lebih pelan. Ada luka yang tersirat dari nada bicaranya. Dan Dara tahu bahwa dia adalah penyebab dari luka itu.

“Chaerin, biar aku jelaskan..”

“Hari ini, aku sengaja datang ke sini untuk membuktikan bahwa kau masih seseorang yang berarti untukku, orang yang selalu menyayangiku seperti adik kandungnya sendiri.” Ujar Chaerin sebelum menutup matanya karena mulai tidak sanggup untuk menahan perasaan yang berkecambuk dari dalam dirinya. “Jika kau mengatakan bahwa apa yang aku lihat di photo itu adalah sebuah kesalahpahaman maka aku tidak akan berpikir dua kali untuk percaya kepadamu.” Ujar Chaerin kini dengan kembali menatap pada kakak sepupunya itu. “Tapi kau meminta maaf? Kau meminta maaf karena apa yang terjadi di photo itu? Dan itu berarti bahwa yang aku lihat di photo itu memang benar. Kau mencintai Soohyuk? Kau merayunya?” Kini mata Chaerin menunjukan luka yang begitu mendalam. Orang yang selama ini sudah dia anggap sebagai kakak kandungnya ternyata mengkhianatinya dengan cara seperti ini. Chaerin bahkan tidak pernah menyangka bahwa Dara akan sanggup untuk melakukan hal memalukan seperti menggoda pria terlebih pria yang sangat dia cintai.

“Tolong dengarkan aku dulu!” Ujar Dara namun Chaerin tidak mendengarkannya dan langsung berbalik meninggalkan Dara yang saat ini sedang dilanda rasa bersalah. Dara langsung menyusul Chaerin ketika melihat Chaerin kini sudah mencapai pintu ruangannya.

Dara menyusul Chaerin yang memilih untuk turun menggunakan tangga. Ketika memiliki kesempatan Dara langsung meraih tangan Chaerin dan mencoba menahan langkah Chaerin supaya wanita itu mau berhenti untuk mendengarkan semua penjelasannya. Dara tahu ini adalah satu-satunya kesempatannya untuk meminta maaf kepada Chaerin, Dara bahkan tahu bahwa hari ini dia akan kembali kehilangan seseorang yang berharga untuknya. Namun yang Dara tidak tahu adalah kejadian ini akan membawa perubahan besar pada kehidupannya.

Dara Pov

Aku kira aku sudah siap untuk menghadapi apa saja yang akan terjadi sebagai konsekuensi karena telah mencintai seseorang yang tidak seharusnya aku cintai. Aku pikir aku sudah mati rasa tapi ternyata aku salah karena saat konsekuensi itu datang, hatiku dan diriku sama sekali tidak bisa menghindari rasa sakit itu. Rasa sakit yang sudah tidak asing lagi untukku saat aku harus kembali kehilangan seseorang yang berharga untukku. Kehilangan seseorang karena kesalahan yang aku lakukan sendiri.

Saat Chaerin datang menemuiku tanpa sebuah senyuman menghiasi wajahnya saat itu juga aku tahu bahwa dia telah mengetahui rahasia yang tidak pernah ingin aku bagi dengannya. Saat dia menatapku dengan mata dingin yang tidak pernah aku lihat dia tujukan kepadaku saat itu juga aku tahu bahwa aku telah kehilangan seseorang yang peduli kepadaku.

Chaerin, dia adalah salah satu orang yang paling berharga untukku. Dia salah satu orang yang selalu ada untukku saat aku membutuhkannya. Salah satu orang yang menghiburku saat aku sedang merasa sedih. Dia bahkan rela membagi kasih sayang ibunya denganku tapi aku malah membalasnya dengan sangat kejam. Aku mencintai kekasihnya, bahkan memohon supaya pria itu balas mencintaiku.

Aku kecewa kepadamu unnie, aku sangat kecewa.”

Kau tahu unnie kita ini sepupu jadi aku tidak bisa memutuskan hubunganku denganmu begitu saja tapi aku tekankan sekarang supaya kau tidak usah lagi datang ke kehidupanku dan tunanganku.”

Apa yang Chaerin katakan tadi masih sangat terngiang dengan jelas di dalam kepalaku. Aku memang sangat mengecewakan dan aku juga sangat kejam sehingga wajar saja jika Chaerin akhirnya memutuskan hubungan kami saat dia mengetahui bahwa aku menginginkan seseorang yang dia cintai. Aku tidak bisa menyalahkannya karena apa yang dia lakukan ini sudah sangat benar. Aku memang pantas untuk ditinggalkan.

“Kita sudah sampai Dara.” Aku langsung memalingkan wajahku yang sejak tadi hanya melihat keluar jendela sambil memikirkan semua yang telah terjadi kepadaku hari ini. “Jangan melamun terus!” Aku mendengar suara Jiyong ketika aku melihatnya yang kini sedang duduk di balik kemudi.

Jiyong sama sekali tidak meninggalkan aku sejak melihatku menangis. Tanpa berkata apa-apa dia membawaku ke parkiran mobil dan menemaniku menangis di dalam mobilku selama hampir satu jam, dia bahkan terus memelukku sampai akhirnya aku merasa jauh lebih baik dan dia juga membantuku sehingga aku bisa meminta izin untuk pulang lebih awal dari kantor.

Jiyong membantuku sehingga aku tidak perlu bertemu dengan orang-orang kantor dalam keadaanku yang terlihat sangat lemah. Jiyong tahu aku paling tidak suka menunjukan sikap lemahku pada orang-orang di sekitarku. Dia bahkan memaksa untuk mengantarkan aku pulang karena dia khawatir jika aku pergi sendiri dengan keadaan seperti ini.

Dia terus bersamaku dan sama sekali tidak meminta penjelasan tentang apa yang telah dia dengar, dia hanya diam seolah dia tidak pernah mendengar apapun tadi. Tapi aku sangat yakin bahwa Jiyong telah mendengar kemarahan Chaerin kepadaku, dia pasti telah mendengar betapa menyedihkannya aku karena mencintai kekasih sepupuku sendiri.

Jiyong telah melihat sisi burukku hari ini dan hal itu membuatku sangat malu. Aku yakin Jiyong pasti juga menganggap aku sangat aneh dan menyedihkan. Tinggal menunggu waktu sampai dia sadar bahwa orang sepertiku layak untuk ditinggalkan, tinggal menunggu waktu sampai akhirnya Jiyong meninggalkanku seperti orang lain. Dan memikirkan Jiyong meninggalkanku tiba-tiba membuatku merasa sedih sehingga tanpa sadar aku menundukan wajahku dengan wajah sedikit murung.

“Kau sangat jelek dengan wajah seperti itu.” Aku kembali mendengar suara Jiyong yang langsung membuatku mengalihkan tatapanku pada dirinya. “Jadi tersenyumlah!” Ujar Jiyong ketika dia melihat raut wajahku. Dia memiringkan wajahnya kemudian tersenyum manis.

Gomawo.” Ujarku sambil terus menatap Jiyong.

“Kau sudah mengatakan hal itu dari tadi Dara. Satu kali saja sudah cukup.” Ujar Jiyong masih sambil tersenyum. Mungkin baginya sekali saja sudah cukup tapi bagiku kata terimakasih saja belum cukup untuk membalas apa yang telah Jiyong lakukan hari ini dan semua hal yang telah dia lakukan untukku selama ini.

Aku telah menyakiti perasaannya namun dia masih mau berada di sampingku disaat orang lain meninggalkanku, dia bahkan berjanji tidak akan pernah meninggalkanku ketika aku memohon supaya dia tetap tinggal di sampingku.

Aku tidak tahu, apakah dia sungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan itu? Apakah dia benar-benar tidak akan meninggalkan aku? Atau apakah pada akhirnya Jiyong juga akan menyerah terhadapku dan meninggalkanku seperti yang telah orang lain lakukan? Atau apakah dia mengatakan hal itu hanya karena merasa kasihan kepadaku?

“Apa yang sedang kau pikirkan huh?” Aku kembali mendengar suara Jiyong dan beberapa saat kemudian aku merasakan tangannya kini telah membelai lembut kepalaku. “Dara aku tahu kau mungkin tidak akan percaya ketika aku mengatakan bahwa aku tidak akan meninggalkanmu.” Ujar Jiyong tiba-tiba seolah dia bisa membaca pikiranku. “Aku tidak akan memaksamu untuk percaya dengan apa yang aku katakan itu tapi aku akan mencoba untuk membuktikannya.” Ujar Jiyong lagi yang masih membelai lembut kepalaku. Aku menatap penuh pada Jiyong yang saat ini sedang menatap langsung pada kedua mataku. “Bahwa tidak peduli apapun yang terjadi aku akan selalu ada di sampingmu, aku akan selalu berada di pihakmu, aku tidak akan pernah mengatakan selamat tinggal kepadamu.” Ada sumpah yang tersirat dari ucapannya barusan dan entah mengapa hatiku bergetar ketika mendengar hal ini.

“Aku sangat berterimakasih jika kau melakukan apa yang kau katakan itu.” Ujarku tanpa melepaskan tatapanku pada matanya. “Tapi Jiyong, aku tidak akan menyalahkanmu jika pada akhirnya kau juga pergi dariku.” Ujarku kini dengan nada yang lebih pelan dari sebelumnya. “Tinggal menunggu waktu sampai kau sadar bahwa meninggalkanku adalah hal yang benar untuk dilakukan.” Jiyong menggelengkan kepalanya. Tangannya kini sudah turun untuk membelai wajahku.

“Aku sudah bersumpah, aku sudah membuat keputusan dan kau juga sangat mengenalku bukan? Aku bukan seseorang yang mudah menyerah apalagi jika itu menyangkut seseorang yang berarti untukku.” Ujarnya. Aku berarti untuknya? Apa dia benar-benar tulus dengan perasaannya kepadaku? Apa dia benar-benar mencintaiku?

“Aku berarti untukmu?” Bisikku pelan yang Jiyong balas dengan anggukan. “Seberapa besar arti diriku untukmu Jiyong?” Tanyaku lagi. Mungkin ini saat yang tepat untuk membicarakan tentang perasaannya kepadaku supaya aku bisa tahu seberapa tulus perasaan Jiyong kepadaku, seberapa serius rasa sukanya kepadaku.

“Lebih berarti daripada yang bisa kau bayangkan.” Ujar Jiyong pelan masih sambil terus membelai wajahku. Aku akan kembali berbicara ketika tiba-tiba aku mendengar suara keras yang ternyata adalah bunyi ponselnya.

Dia melepaskan tangannya dari wajahku lalu langsung mengambil ponsel yang dia simpan di dalam saku celananya. Jiyong langsung membulatkan matanya ketika melihat ponselnya dan melihat siapa orang yang menghubunginya.

“Ada apa?” Tanyaku. “Kenapa kau terlihat panik?”

“Aku lupa bahwa sebelum menemanimu tadi sebenarnya Kim sajang menyuruhku untuk menemuinya.” Ujarnya kini sambil melihatku lalu menggaruk lehernya. “Tadi dia bilang ada hal penting yang ingin dia katakan kepadaku tapi aku lupa.”

“Jadi kau melupakan perintahnya karena kau terus menemaniku lalu mengantarku pulang?” Tanyaku dengan sedikit terkejut. Jiyong mengangguk lalu langsung menerima panggilan itu. Aku diam dan terus memperhatikan Jiyong ketika dia sedang berbicara dengan atasan kami.

Aku sudah lama mengenal Jiyong namun ini adalah pertama kalinya aku memperhatikan wajahnya. Mata coklat Jiyong yang sangat mempesona, hidup mancungnya, rahangnya yang tegas. Rambutnya yang berwarna gelap yang biasanya di sisir dengan rapi kini terlihat berantakan namun itu malah membuatnya terlihat lebih seksi. Dia terlihat lebih tampan dari yang aku ingat atau mungkin aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri sehingga tidak menyadari pesona dari sahabatku ini. Pesona yang mampu membuat semua wanita yang melihatnya bisa dengan mudah bertekut lutut hanya untuk bisa tidur di ranjangnya.

“Dara..” Aku terlalu terperanjat sehingga tak sanggup membalas ketika Jiyong memanggil namaku. “Aku harus kembali sekarang.” Ujarnya sambil menyimpan kembali ponselnya pada tempat semula.

“Oh.” Hanya itu yang bisa aku katakan ketika kini Jiyong kembali menatapku. Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya, tidak ingin dia tahu bahwa aku diam-diam memperhatikannya. “Terimakasih karena telah mengantarku.” Ujarku kini sambil melepaskan sabuk pengaman yang melingkar di tubuhku.

Jiyong mengangguk sambil melepaskan sabuk pengaman yang juga melingkar di tubuhnya. Kami berdua langsung keluar dari dalam mobil setelah melepaskan sabuk pengaman itu. Aku berdiri di samping mobilku ketika melihat Jiyong kini sedang berjalan kearahku.

“Ini kunci mobilmu.” Ujar Jiyong sambil menyerahkan kunci mobil kepadaku.

“Kau bagaimana? Kau bisa memakai mobilku untuk kembali ke kantor, kau bisa mengantarkannya lagi nanti!” Ujarku masih belum menerima kunci itu namun Jiyong menggelengkan kepalanya sambil meraih tanganku lalu menaruh kunci itu di atas telapak tanganku yang terbuka.

“Aku bisa menggunakan taksi.” Ujar Jiyong sambil tersenyum. “Aku pergi!” Katanya tanpa menunggu jawabanku lalu berbalik untuk pergi dari hadapanku.

“Jiyong!” Panggilku ketika dia baru pergi beberapa langkah. Aku melihat Jiyong kembali berbalik lalu diam untuk menunggu aku melanjutkan apa yang ingin aku katakan. “Kau ada waktu pekan ini?” Tanyaku tiba-tiba. Aku berpikir untuk mengganti makan malam yang malam itu kami lewatkan. Aku melihat Jiyong menggelengkan kepalanya sebelum dia menjawab pertanyaanku.

“Memangnya kenapa?” Tanya Jiyong sambil memasukan salah satu tangannya pada saku celana. Aku diam selama beberapa saat, karena mulai ragu dengan ide yang aku pikirkan. Aku takut Jiyong tidak menerima ajakanku karena dia masih kecewa dan marah karena kejadian malam itu. “Ada apa Dara? Apa yang ingin kau katakan?” Tanya Jiyong lagi karena aku hanya diam saja.

“Berkencanlah denganku hari jumat nanti!” Ujarku begitu saja. Aku langsung menutup mulutku setelah sadar dengan apa yang aku katakan kepada Jiyong. Kenapa aku mengatakan hal itu? seharusnya aku hanya mengatakan bahwa aku ingin mengganti makan malam itu. Aku langsung menatap Jiyong yang saat ini sedang tersenyum sambil memiringkan wajahnya ketika dia melihat reaksiku. “Mak.. Maksudku adalah…”

“Baiklah!” Ujar Jiyong yang langsung memotong apa yang akan aku katakan. “Kau yang tentukan tempatnya. Beritahu aku kau ingin kita berkencan di mana.” Ujar Jiyong lagi sebelum dia melambaikan tangannya lalu kembali berbalik untuk melanjutkan langkah kakinya tadi.

Yahhh Sandara!!! Kenapa kau mengatakan hal itu? Jiyong pasti mengira bahwa aku ini terlalu mudah! Baru saja kau menangis di hadapannya karena pria lain dan dua jam kemudian kau tiba-tiba mengajaknya untuk berkencan! Jiyong pasti menganggap aku aneh!

****

Selagi Dara berdiri di depan rumahnya sambil melihat punggung Jiyong yang semakin menjauh disaat yang sama neneknya sedang berdiri di dekat jendela rumahnya sambil memperhatikan cucu kesayangannya. Dia sudah berdiri di sana sejak mendengar suara mobil Dara yang terparkir di halaman rumahnya.

Nenek Dara sedikit heran karena ini masih siang dan seharusnya Dara belum kembali dari pekerjaannya dan dia semakin heran ketika melihat Jiyong keluar dari mobil cucunya itu lalu berdiri sambil berkata sesuatu kepada Dara. Nenek Dara melihat cara Jiyong menatap dan tersenyum kepada cucunya itu, dia tahu dari cara Jiyong menatap Dara bahwa pria itu memiliki perasaan lebih dari sekedar rekan kerja. Dia sudah tahu bahkan sejak pertama kali Dara mengenalkannya kepada pria itu dan hal itu sedikit mengganggunya.

“Aku pulang!” Suara Dara berhasil mengembalikan neneknya dari lamunan. Nenek Dara langsung mengalihkan tatapannya kepada Dara yang baru saja masuk ke dalam rumah.

“Kenapa kau sudah pulang?” Tanya neneknya kini sambil berjalan dari tempatnya semula untuk menuju kursi goyang di sudut ruangan.

“Aku sedikit tidak enak badan.” Ujar Dara yang tentu saja merupakan kebohongan.

“Kau segar bugar saat kau keluar dari rumah ini tadi pagi, kenapa sekarang kau tiba-tiba tidak enak badan?” Tanya neneknya lagi kini sambil menatap Dara dengan tatapan curiga. “Dan kenapa dengan matamu? Kau seperti sudah menangis!” Tanya neneknya lagi ketika Dara berjalan kearahnya. Dari tempatnya duduk dia bisa melihat mata Dara yang sedikit bengkak.

“Ah ini?” Ujar Dara gugup sambil memegang wajahnya. “Aku tadi menangis sebentar karena kepalaku sangat sakit.”

“Jadi kau ini sakit kepala atau tidak enak badan?”

“Dua-duanya.” Ujar Dara asal yang membuat neneknya mengerutkan kening.

Halmeoni melihat Jiyong mengantarmu tadi.” Ujar neneknya yang Dara balas dengan anggukan. “Apa Jiyong yang membuatmu menangis?”

“Aku sudah mengatakan bahwa aku menangis karena sakit kepala lagipula untuk apa Jiyong membuatku menangis?”

“Jadi bukan Jiyong?” Tanya neneknya yang Dara balas dengan anggukan. “Dara apakah kau dan Jiyong benar-benar tidak memiliki hubungan istimewa selain sebatas rekan kerja?” Tanya neneknya lagi yang tidak langsung Dara balas. Entah karena dia heran dengan pertanyaan neneknya ini atau karena dia tidak tahu jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan neneknya ini. Saat ini yang pasti Dara ragu untuk membenarkan pertanyaan neneknya itu namun dia juga heran kenapa dia bisa ragu karena pada kenyataannya Dara dan Jiyong itu memang tidak memiliki hubungan apapun selain rekan kerja.

Halmeoni kenapa bertanya tentang hal ini?” Akhirnya hanya itu yang bisa Dara katakan.

“Aku hanya ingin tahu saja tentang hubungan kalian yang sebenarnya, bukankah kau pernah bilang bahwa semua orang di tempatmu mengira bahwa kau dan Jiyong itu berpacaran? Halmeoni hanya penasaran kenapa hal itu bisa terjadi.”

Halmeoni berhentilah penasaran dengan hal-hal yang tidak penting seperti ini!” Ujar Dara sambil berdecak tanpa menjawab pertanyaan neneknya tadi. Dara akan berbalik untuk menuju ke kamarnya ketika dia mendengar neneknya kembali memanggil nama Dara.

“Kau ada janji malam minggu nanti?” Tanya neneknya ketika Dara kembali membalikan badannya. Dara menggelengkan kepalanya sebelum menjawab.

“Tidak ada. Memangnya halmeoni mau mengajakku kemana?”

“Bukan aku yang akan pergi denganmu.” Jawab neneknya sambil menggelengkan kepala.

“Lalu kenapa kau bertanya?”

“Lee Donghae meminta tolong kepadaku untuk mengatakan kepadamu bahwa dia ingin mengajakmu untuk menemaninya ke sebuah pesta malam minggu nanti.”

“Yah halmeoni kenapa mau-maunya disuruh oleh pria brengsek itu?” Ujar Dara sambil berdesis kesal. Dia tidak suka karena pria itu berani untuk menyuruh neneknya dan dia tidak suka karena pasti neneknya akan membela pria itu.

“Jaga bicaramu!” Dara memutar bola matanya karena apa yang neneknya katakan sama persis seperti yang dia pikirkan. “Dia tidak punya pilihan lain selain meminta tolong kepadaku karena kau sama sekali tidak pernah membalas pesannya.” Ujar neneknya yang membuat Dara sedikit merenggut.

“Tetap saja aku tidak suka jika dia menyuruh halmeoni.” Ujar Dara lagi.

“Sudahlah halmeoni juga tidak keberatan.” Ujar neneknya lagi yang kembali membuat Dara merenggut kesal. “Dan soal ajakan Donghae itu, halmeoni minta kau tidak menolak ajakannya!” Ujar neneknya. “Kau bisa mengambil kesempatan ini untuk lebih mengenalnya!”

“Aku tidak tertarik untuk lebih mengenalnya.” Ujar Dara sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

“Kau sudah berjanji untuk menurut kepadaku bukan?” Tanya neneknya kini dengan suara mengiba. Dara paling tidak suka jika sudah mendengar nada suara ini dari neneknya karena itu berarti Dara tidak bisa menolak permintaannya.

“Baiklah!” Ujar Dara akhirnya. “Tapi ini bukan berarti bahwa aku menerima rencana pertunangan ini!” Ujar Dara yang neneknya balas dengan anggukan. Dara berbalik sambil sedikit cemberut sedangkan neneknya kini sedang tersenyum.

****

Setelah bekerja seharian dan berkutat dengan komputer dan berkas-berkas selama seminggu terakhir ini, aku kira setidaknya pada malam hari aku bisa mengistirahatkan tubuhku sambil mendengarkan musik klasik mengalun di seluruh ruangan di apartemenku, namun ternyata aku keliru.

Hari ini karena aku terus menemani Dara selama hampir satu jam lalu mengantarnya pulang, aku jadi melupakan perintah atasanku untuk menemuinya. Aku bahkan tidak ingat dan tidak peduli dengan hiruk pikuk alam semesta saat aku sedang bersama dengan Dara jadi wajar saja jika aku sampai melupakan perintah atasanku itu.

Dan sebagai akibat dari kesalahanku itu maka malam ini aku harus lembur untuk menyelesaikan tugasku yang harus selesai malam ini karena besok aku harus mempresentasikan hasil kerjaku kepada atasanku dan staff lainnya. Aku tidak sepenuhnya lembur sendirian karena aku juga dibantu oleh Tiffany yang menjadi asistenku untuk pekerjaan ini. Kami mengerjakan sisa pekerjaan kami di apartemenku.

Saat sedang memeriksa semua yang telah Tiffany kerjakan tiba-tiba aku mendengar suara bel berbunyi. Aku langsung berdiri setelah meminta Tiffany untuk memperbaiki pekerjaannya yang masih salah lalu berjalan menuju pintu. Setelah membuka pintu aku sedikit terkejut ketika melihat seseorang yang kini sedang berdiri di hadapanku.

Dara langsung tersenyum ketika dia melihatku membuka pintu. Dia memakai T-shirt bergambar Micky Mouse yang dulu dia beli di Jepang dipadukan mantel berwarna biru muda juga rips jeans hitam juga sneaker berwarna serupa dengan mantelnya. Rambutnya di kucir ekor kuda, aku tidak bisa tidak tersenyum ketika melihat penampilan casual-nya ini. sederhana tapi tetap anggun di mataku.

“Jiyong!” Aku kini mendengar suara lembutnya yang memanggil namaku dan hal itu membuatku kembali dari rasa kekagumanku pada wanita yang dua minggu terakhir ini terus aku hindari.

“Ada apa kau kemari?” Tanyaku kini sambil memicingkan mataku. Dia tersenyum kemudian mengangkat sebuah bungkusan. Aku baru sadar bahwa Dara membawa bungkusan itu setelah dia mengangkatnya.

“Aku membawakan makanan. Kau pasti belum makan karena harus lembur.” Ujar Dara sambil menurunkan lagi bungkusan itu lalu menyerahkannya padaku.

“Aigoo kau perhatian sekali sampai membawakanku makanan.” Ujarku sambil mengambil bungkusan itu.

“Aku sedikit khawatir saat kau mengatakan bahwa kau harus lembur. Jika saja kau tidak menemaniku maka kau tidak akan lembur seperti ini. Maafkan aku!” Ujarnya kini dengan wajah merasa bersalah.

“Ini bukan salahmu!” Ujarku sambil tersenyum. “Masuklah!” Ujarku lagi kini sambil bergeser miring untuk memberinya ruang sehingga bisa masuk ke dalam apartemenku. Dia masuk ke dalam apartemenku dengan diriku yang mengikutinya dari belakang.

“Aku hanya akan diam sebentar. Nenekku akan marah jika aku pulang terlalu mal..” Dara menghentikan perkataannya ketika kami telah sampai di ruang tengah apartemenku. Aku melihatnya berbalik lalu menatapku dengan mata yang sedikit melotot. Aku bingung karena dia tiba-tiba memelototiku.

“Kenapa?” Tanyaku bingung. Dara tidak membalas pertanyaanku, dia malah menyilangkan tangannya di depan dada lalu menunjuk belakangnya dengan dagu. Aku kembali mengerutkan kening ketika menerka maksud Dara. Ketika aku melihat ke balik punggungnya aku melihat Tiffany yang masih mengerjakan tugasnya dan saat itu juga aku sadar dengan sikap Dara yang tiba-tiba ini. Dara kini menatapku dengan tatapan tajam, dari tatapan matanya aku bisa membaca apa yang sedang ada dalam pikirannya ‘Kenapa j*lang itu ada di apartemenmu?’

“Kami sedang bekerja, tidak melakukan apapun yang lebih dari itu.” Ujarku untuk menjawab pertanyaan matanya itu. Dara masih menatapku tajam lalu mulai merenggutkan bibirnya. Aku hanya memutar bola mataku melihat tingkahnya itu lalu berjalan melewatinya. Ketika telah melewatinya aku langsung menyimpulkan sebuah senyuman karena sedikit senang dengan tingkahnya itu. Apapun alasannya kenapa dia bersikap seperti itu aku sama sekali tidak peduli tapi entah kenapa aku merasa dia selalu cemburu setiap kali dia melihatku dengan Tiffany.

Aku terus berjalan kini menuju ke dapur untuk memindahkan makanan yang telah Dara bawa ke dalam piring. Aku mengintip Dara yang saat ini sedang berjalan pelan untuk duduk di sofa sambil sedikit cemberut dan hal itu berhasil membuatku kembali tersenyum.

“Kau belum makan juga, makanlah dulu!” Ujarku sambil menyimpan piring berisi makanan yang Dara bawa di atas meja. Tiffany yang masih serius mengerjakan tugasnya langsung mendongkak.

Gomawo oppa!” Ujarnya sambil tersenyum. “Tapi aku akan menyelesaikan pekerjaan ini dulu, tinggal sebentar lagi.” Ujarnya yang aku balas dengan anggukan.

“Dara-ah kau tidak pulang?” Tanyaku yang membuat Dara yang duduk di sofa langsung menatapku dengan tatapan tajam.

“Kau ingin aku pergi?” Tanyanya yang aku balas gelengan.

“Kau bilang kau hanya akan tinggal sebentar!”

“Aku berubah pikiran. Aku akan tinggal lebih lama. Lagipula aku ingin mengobrol denganmu karena sudah lama sejak kita bisa ngobrol berdua.” Aku mengangguk untuk menanggapinya. Dara melepaskan tas slempang yang dia pakai lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

“Dara-ah bisakah kau membantu Tiffany untuk menyelesaikan pekerjaannya? Dia sepertinya sedikit kesulitan.” Ujarku yang membuat kedua wanita itu langsung menatapku.

“Kenapa aku harus membantu?” Tanya Dara. “Biarkan saja dia menyelesaikan pekerjaannya sendirian. Jika terus disuapi maka dia tidak akan pernah mengerti.” Ujar Dara dengan nada dingin.

Oppa aku bisa mengerjakannya sendirian jadi aku tidak butuh bantuan orang sombong itu!” Ujar Tiffany sebelum dia mendelik kepada Dara.

“Baiklah kalau kalian tidak mau.” Kataku sambil mengedikan bahu. “Aku tadinya ingin membuat pekerjaan ini selesai lebih cepat.” Ujarku lagi sebelum duduk di samping Tiffany untuk melanjutkan lagi pekerjaan kami.

Aku dan Tiffany kembali berkutat dengan pekerjaan kami selama beberapa menit sampai tiba-tiba aku merasakan Dara menepuk bahuku. Aku menengok ke belakang untuk melihatnya.

“Apa?

“Kau istirahat saja! Biar aku yang membantunya!” Ujar Dara kini sambil mendorong pelan tubuhku sehingga aku bergeser. Setelah berhasil menggeserku Dara langsung duduk diantara aku dan Tiffany. Aku bisa mendengar Tiffany mendengus kesal ketika Dara mengambil alih tugasku tapi dia tidak banyak bicara dan hanya menerima ketika Dara membantunya mengerjakan tugas kami.

Aku mengistirahatkan daguku pada satu tangan lalu memiringkan wajahku sehingga aku bisa leluasa menatap Dara yang kini sedang serius mengajari Tiffany. Aku terus memperhatikan setiap gerakannya. Rambutnya yang ikut bergerak ketika dia menggeleng saat Tiffany melakukan kesalahan, alis matanya yang tertaut ketika dia merasa ada yang keliru pada pekerjaan yang telah Tiffany kerjakan, caranya menggigit kuku jarinya ketika dia sedang berpikir, senyuman simpulnya ketika akhirnya Tiffany menyelesaikan tugas itu.

Oppa berhentilah menatapku seperti itu.” Aku langsung terlonjak kaget ketika mendengar suaraTiffany. Sepertinya dia mengira bahwa aku sedang menatapnya. Setelah Tiffani berbicara seperti itu tiba-tiba Dara berbalik lalu menatapku dengan tatapan curiga.

“Ehem..” Ujarku untuk menghindari tatapan tajam Dara. Tidak mungkin aku mengatakan bahwa aku sedang menatap Dara, bukan menatap Tiffany. Pertama karena aku tidak ingin Tiffany merasa malu karena telah salah paham dan kedua karena aku tidak ingin Dara tahu bahwa aku masih menatapnya dengan cara yang sama seperti sebelum dia mengetahui tentang perasaanku.

“Pekerjaannya sudah selesai, kan?” Tanya Dara kini sambil menatap Tiffany. “Sekarang kau boleh pulang! Anak perempuan tidak baik berkeluyuran malam-malam seperti ini!” Ujar Dara lagi. Tiffany hanya membalas dengan memutar bola matanya.

Oppa ini sudah malam!” Ujar Tiffany yang langsung membuatku menatapnya. “Aku tidak membawa mobilku jadi bisakah kau mengantarku pulang?” Tanya Tiffany dengan wajah mengiba. Aku akan menjawab iya saat tiba-tiba Dara kembali berbicara.

“Oh tidak perlu khawatir karena aku telah memesankan taksi untukmu. Taksimu sudah menunggu di bawah!”

“Kau memesankannya taksi?” Tanyaku dengan sedikit terkejut. Dara tersenyum kemudian mengangguk.

“Sebagai senior yang baik aku hanya berbaik hati supaya junior kita bisa pulang dengan aman sampai rumahnya.” Jawab Dara masih sambil tersenyum sinis kepada Tiffany.

“Wah kau baik sekali karena repot-repot memesankan taksi untukku. Kau pasti sangat mengkhawatirkan aku!” Ujar Tiffany untuk membalas apa yang Dara katakan. Ada nada sarkas dari suaranya yang membuatku sedikit tersenyum. “Baiklah oppa aku pulang dulu!” Ujar Tiffany kini sambil melihatku. Aku mengangguk lalu berjalan untuk mengantarnya sampai pintu apartemenku.

“Ada apa dengan dirimu sampai kau berani mengajak wanita itu masuk ke dalam apartemenmu?” Tanya Dara ketika aku telah kembali ke ruang tengah. Aku melihatnya kini sedang duduk di sofa. Dia menatapku tajam dengan tangan yang dilipat di depan dada. “Bahkan tadi pagi aku melihat perempuan itu keluar dari dalam mobilmu.” Ujarnya lagi masih belum memalingkan wajahnya dariku. “Apa sekarang dia adalah incaranmu yang baru huh?”

“Kau melihat kami tadi?” Tanyaku yang membuatnya berdecak.

“Yah kau tidak boleh bertanya sebelum menjawab pertanyaanku terlebih dahulu!”

“Tadi pagi dia menelponku dan memintaku untuk menjemputnya karena mobilnya sedang berada di bengkel.” Ujarku tenang sambil duduk di sampingnya. “Dan sudah aku katakan kami harus lembur hari ini jadi tidak ada pilihan lain selain membawanya ke sini. Atau kau lebih memilih supaya kami mengerjakan pekerjaan ini di tempatnya?” Tanyaku sambil sedikit menaikan salah satu alis mataku. Dara diam selama beberapa saat sebelum dia kembali bicara.

“Lalu kenapa kau tadi memandanginya huh? Kau memandangi musuh bebuyutanku saat aku ada di sampingmu? Dasar kau pengkhianat!”

“Aku tidak memandanginya Dara. Kau tahu sendiri dia itu punya rasa percaya diri yang sangat berlebihan jadi dia mengira bahwa aku menatapnya padahal aku tidak sedang menatapnya!”

“Lalu apa yang sedang kau tatap tadi?” Tanya Dara lagi masih sambil menatapku dengan tatapan curiga.

“Aku menatap kalian berdua. Aku tidak boleh melepaskan tatapanku dari kalian karena aku tahu jika kalian dibiarkan hanya berdua saja maka hanya akan ada satu orang yang berhasil bertahan hidup!” Ujarku memberi alasan. Dara hanya mendengus mendengarnya sebelum dia kembali menyandarkan badannya di sandaran sofa.

“Tapi kenapa wanita itu membantumu lembur hari ini?” Tanya Dara setelah beberapa saat. “Apakah dia menawarkan dirinya kepadamu?” Tanyanya kini sambil berbalik dan menatapku penuh. Matanya masih menunjukan kecurigaan. Aku sedikit tertawa karena dia terlihat sangat lucu jika sedang mengintrogasiku saat kami membicarakan wanita lain. “Yah kenapa kau malah tertawa bukannya membalas pertanyaanku?” Tanya Dara sambil memukul pelan lenganku. Aku menggeleng sebelum berhenti tertawa untuk menjawab pertanyaannya.

“Tiffany menjadi asistenku untuk proyek baru perusahaan kita.” Ujarku kini sambil menyandarkan bahuku juga. Aku melihat Dara membulatkan matanya ketika kembali menatapku.

“Jadi kalian berdua sudah bersama sepanjang minggu ini?” Tanya Dara dengan mata yang masih dibuka dengan lebar. Aku mengangguk mengiyakan. “Jadi ini adalah alasan kenapa kau mengabaikanku selama ini? Karena kau menikmati waktumu dengan wanita itu?” Tanya Dara kini dengan tatapan tajam. Aku diam untuk mempelajari ekspresi wajahnya. Dia terlihat marah sekaligus sedikit terluka. Apa dia terluka karena aku menghabiskan banyak waktu dengan Tiffany hampir selama seminggu ini. Apa dia cemburu?

“Dara?” Ujarku pelan masih sambil menatapnya. “Apa kau cemburu karena kau tahu Tiffany hampir selalu bersamaku di saat kita tidak bertemu?” Tanyaku yang membuat Dara sedikit mengerutkan keningnya. Dia terlihat bingung, sama sepertiku.

“Aku cemburu?” Tanya balik Dara. Dia diam selama beberapa saat sebelum mengatakan hal sama yang selalu dia katakan saat aku menanyakan hal yang sama dulu. “In your dream.” Ujarnya sebelum mengalihkan perhatiannya kepada hal lain selain aku. Aku tersenyum pahit ketika mendengarnya. Apa dirinya memang hanya akan menjadi mimpi untukku?

****

Lupakan saja tentang menendang jauh Tiffany dari hadapannya dan juga Jiyong. Dara sekarang malah ingin menendang jauh dirinya sendiri dari hadapan pria itu. Tatapan itu, tatapan mata setajam elang yang terus menatapnya sejak tadi, tatapan memabukan sekaligus menenangkan disaat yang sama. Apa tatapan Jiyong memang selalu seperti ini? Apa lagi-lagi Dara terlalu sibuk dengan dirinya sendiri sehingga tidak pernah menyadari tatapan mata indah itu?

Dara memalingkan wajahnya dari Jiyong bukan karena dia tidak sudi menatap mata itu, namun karena dia tahu bahwa dia akan meleleh selayaknya salju yang mencair di bawah terik matahari jika dia terus menatap mata itu. Damn! Dia kemari bukan untuk hal ini.

Tadinya dia hanya akan menyerahkan makanan untuk Jiyong lalu langsung pergi namun ketika mengetahui bahwa musuh bebuyutannya berada di tempat Jiyong, Dara sama sekali tidak ingin melangkah keluar dari apartemen ini sebelum wanita itu pergi. Dara tidak akan pernah membiarkan Jiyong dan wanita itu berdua. Dara akan melindungi Jiyong dari wanita licik itu jadi dia memutuskan untuk tetap tinggal sampai wanita itu pergi. Dan kini wanita itu sudah pergi jadi Dara pikir sebaiknya dirinya juga segera enyah sebelum dia benar-benar meleleh karena tatapan itu.

“Jiyong aku sebaiknya pulang!” Ujar Dara sambil mengambil tas miliknya lalu memakainya.

“Kau sudah ingin pulang?” Tanya Jiyong. “Bukannya kau ingin mengobrol denganku?”

“Ah kita bisa melakukannya lain kali. Sekarang sudah malam jadi aku khawatir halmeoni akan cemas jika aku pulang terlambat.” Ujar Dara yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya. Jiyong juga berdiri lalu mengambil mantel yang tergantung di sandaran sofa. “Kenapa kau memakai mantel?” Tanya Dara sedikit heran ketika melihat Jiyong memakai mantalnya.

“Aku akan mengantarmu sampai parkiran.”

“Tidak perlu! Aku bisa sendiri.” Jiyong menggelengkan kepalanya tanda dia tidak akan mendengar apapun penolakan wanita itu. Akhirnya Dara hanya membiarkan Jiyong yang kini sudah berjalan di depannya. Membuka pintu lalu menutup kembali pintu itu ketika Dara sudah keluar.

Dalam diam mereka berdua berjalan menuju parkiran tanpa mengatakan apapun. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Jiyong yang masih merasa bahwa Dara belum bisa membuka hatinya untuk Jiyong, dan Dara yang sekarang sedang bergelut dengan perasaan aneh yang dia rasakan saat ini. Perasaan yang pertama kali baru dia rasakan, jadi dia tidak punya petunjuk tentang perasaan aneh apa itu.

Saat sudah sampai di parkiran Jiyong langsung membukakan pintu mobil untuk Dara. Dara tanpa sungkan langsung masuk ke dalam mobilnya sendiri. Setelah Dara masuk Jiyong lalu menutup kembali pintu itu. Dara membuka jendela mobilnya sehingga dia bisa berpamitan sebelum Jiyong pergi.

“Hati-hati!” Ujar Jiyong sambil tersenyum. Dara mengangguk juga sambil tersenyum.

“Jiyong!” Jiyong hanya menatap Dara tanpa mengatakan sepatah katapun. “Soal yang aku katakan tadi siang di depan rumahku.” Ujar Dara sebelum dia kembali diam. “Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu, maksudku kencan.” Ujar Dara cepat ketika dia melihat Jiyong mengerutkan keningnya karena sedikit bingung. “Aku mengajakmu pergi untuk membalas kejadian malam itu! Jadi aku har..”

Arasseo Dara. aku paham dengan apa yang ingin kau katakan.” Ujar Jiyong memotong perkataan Dara. Dara mengangguk lega karena Jiyong mengerti maksudnya.

“Syukurlah kalau kau mengerti!” Ujar Dara sambil tersenyum. “Dan untuk tempatnya, aku ingin kau membawaku ke tempat dimana seharusnya kita datang malam itu. aku ingin tahu tempat seperti apa yang kau siapkan untukku.” Ujar Dara yang Jiyong balas dengan anggukan.

“Baiklah kalau begitu cepatlah pulang! Nenekmu pasti mengkhawatirkanmu!” Ujar Jiyong kini sambil mengacak lembut poni rambut Dara. Dara tiba-tiba mematung ketika merasakan tangan Jiyong yang tidak sengaja menyentuh keningnya saat dia melakukan hal itu. perasaan itu kembali datang, perasaan aneh yang hanya Dara rasakan saat bersama Jiyong.

Ini pertama kalinya bagi Dara merasakan perasaan itu, perasaan yang bercampur aduk. Bahagia, sedih, dan rasa takut yang bercampur menjadi satu. Perasaan yang sama sekali tidak bisa dia jelaskan.

TBC

Tinggalkan komentar